HIMATIPA IN ACTION

Masalah lingkungan sudah di bahas pada edisi bulan yang lalu, tentunya sangat kurang rasanya kalo kita hanya berteori tanpa action/praktek langsung dimulai dari yang kecil, Oleh karena itu anak-anak Himatipa yang kiranya sudah sedikit demi sedikit sadar akan lingkungan melakukan aksi tamanisasi di halaman kantor HMJ. Tamanisasi ini dilakukan menjelang libur lebaran yang dilakukan secara berkala dari hari kehari . Berbagai macam tanaman diperoleh dari anak-anak himatipa mulai dari tanaman hias (euporbia, bambu, puring, adenium, antorium, jarak pagar, jarak jepang, nanas, lilia laut, dsb) bahkan tanaman obat (wah ide bagus tuh kalo dikembangkan apotek hidup). Halaman yang bermula hanya lahan kosong yang beralaskan rumput gersang kini sudah disulap menjadi taman yang rindang dan cukup cantik serta menambah senyum kantor HMJ Himatipa. Kegiatan ini menjadi kegiatan dadakan yang akan berlanjut terus menurus yang belum tercapai yaitu menjadikan halaman kantor HMJ menjdi lebih ramai dan selalu di kunjungi anak-anak TIP dengan membuat tempat duduk melingkar beratapkan daun markisa (romantisnya). Selain halaman kantor HMJ, Isi kantor hmj juga di acak-acak untuk di jadikan tempat yang nyaman dan paling nyaman di kampus ini, kegiatan ini dilakukan untuk menunjang kinerja himatipa dan mengembalikan fungsi hmj sebagai pusat kontrol kegiatan Himatipa, dengan menambahkan fasilitas seperti komputer, printer, tv tuner, sound, alat tulis, alat kebersihan, aquarium cantik dll, dan sedikit sentuhan keindahan dari sang maestro(????) Himatipa serta racikan bumbu dari para koki himatipa(????) kini kantor himatipa telah bersolek menjadi kantor yang layak untuk di tempati dan sedap untuk dipandang serta mencirikan Himatipa yang cinta akan perdamaian, keindahan, kebersamaan bahkan kekeluargaan. Tentunya kegiatan ini tidak lepas dari peran serta anak-anak himatipa yang peduli akan lingkungan yang sahat dan sedap di pandang mata, sehingga secara tidak langsung dapat menambah suasana hati yang nyaman (dari mata turun ke hati) saat menjalankan tugas sebagai mahasiswa dalam berorganisasi. Kegiatan dadakan ini hasilnya tentu sangat memuaskan, selain memuaskan tentunya bisa jadi lahan pendidikan untuk belajar lebih mengenal lingkungan sekitar kita dan tukar menukar ilmu tanam-menanam. Dari hal kecil inilah himatipa bisa memulai kreativitas positif untuk mengarah pada kegiatan lingkungan yang dirasa agak sedikit kurang, bisa sajakan suatu ketika himatipa melakukan aksi besar-besaran untuk mengusung tema lingkungan. Yaaaaaa tidak uasah terlalu muluk muluklah, cukup mulai dari diri kita sendiri sajalah, kita belajar menumbuhkan rasa cinta pada lingkungan lewat ekspresi-ekspresi kreatif yang menyentuh unsur lingkungan (maksudnya????) ya kiranya cukuplah kita rawat kantor hmj kita, fasilitas kita, lingkungan sekitar hmj kita, kita tebarkan virus-virus kepedulian akan lingkungan ke hmj lain, beri contoh mereka atau contohlah lembaga lain yang sejak awal telah peduli dengan lingkungan .
Yap itulah segudang isi hati dan uneg2x penulis telah tercurahkan semua, berhubung aku di kejar deadline penulisan artikel ini, aku cukupkan sekian ajah n tak lupa inget pesen penulis yang da di artikel ini n taklupa mumpung masih bulan syawal penulis ucapkan beribu-beribu maap. (jabirrlaviesta)

November 4, 2007 at 8:29 am 7 komentar

Menuju Supply Chain Ideal Dengan Teknologi RFID

disadur dari http://www.conandole.wordpress.com
Supply Chain Management (SCM) merupakan mata rantai dimana produk dari berbagai pemasok kemudian masuk ke pabrik, grosir, distributor, sampai ketangan konsumen. Mata rantai tersebut pasti akan berkembang seiring berkembangnya teknologi untuk menuju supply chain ideal dengan tujuan akhir adalah meningkatkan kepuasan konsumen serta mendapatkan efisiensi dan profit yang tinggi. Gambaran dari suplly chain ideal adalah dimana produk-produk yang dijualnya selalu tersedia kapan saja konsumen membutuhkannya, dimana pada suatu toko atau perusahaan tidak akan ada barang yang kadaluarsa atau mustahil terdapat barang kadaluarsa, penguntilan barang mudah terdeteksi, penghitungan sistem inventaris cocok dengan hitungan inventaris barang secara fisik, proses bisnis dengan mitra dagang begitu akurat dan terotomatisasi, keberadaan, transparansi dan rantai pasok (supply chain) barang dibangun berdasarkan informasi supply dan demand secara real-time serta penghematan inventori yang besar. Atau dengan kata lain, supply chain ideal menyinkronkan aktivitas di sepanjang rantai pasok, mulai dari titik penjualan merunut ke belakang sampai penyediaan bahan mentah. Jika ini terjadi, terciptalah suatu demand driven and networked economy yang sempurna.

Tantangan menuju Supply Chain ideal tidak akan terlepas dari penggunaan teknologi. Penyediaan fasilitas gudang dan pabrik serta aktivitas distribusi dan melakukan perkiran permintaan, pemesanan bahan baku, pengendalian persediaan, penjadwalan produksi dan fungsi-fungsi lain yang terkait dengan suplly chain pasti memerlukan teknologi agar bisa dilakukan dengan lebih baik.
Salah satu teknologi yang berkembang untuk meningkatkan SCM adalah teknologi RFID (Radio Frequency identification) yang merupakan metode identifikasi dan komunikasi dengan ID menggunakan gelombang radio. Teknologi RFID bergantung pada transmisi data nirkabel melalui medan elektro magnetik. Jantung teknologi ini adalah perangkat yang dinamakan RFID tag: sebuah label identifikasi berisi chip yang dapat diprogram, dilengkapi dengan sebuah antena mini. RFID tag bisa dibaca dengan sebuah reader yang dikendalikan komputer tanpa harus membutuhkan direct line-of-sight seperti halnya pembaca barcode. Jangkauan reader ini bisa mencapai satu meter. Supaya informasi yang tersimpan di chip bisa dibaca, reader memancarkan medan frekuensi elektromagnetik yang diterima oleh antena mini di RFID tag. Melalui hubungan elektronis ini, data yang tersimpan bisa dibaca, diproses dan diedit. Tenaga chip terintegrasi ini dipasok melalui medan frekuensi radio yang dipancarkan oleh reader, sehingga RFID tidak membutuhkan sumber tenaga yang terpisah. sebuah tag RFID memiliki electronic product code (EPC) berisi identitas produk tersebut, mulai dari nomor seri, tanggal produksi, lokasi manufaktur, bahkan tanggal kadaluarsa. EPC adalah identifikasi produk generasi baru, mirip dengan UPC ( Universal Product Code ) atau barcode . Seperti halnya barcode , EPC terdiri dari angka-angka yang menunjukkan kode produsen, produk, versi dan nomor seri. Namun, EPC memiliki digit ekstra untuk mengidentifikasi item yang unik. Ukuran bit EPC yang mencapai 96-bit memungkinkannya secara unik mengidentifikasi lebih dari 268 juta produsen, masing-masing memiliki lebih dari satu juta jenis produk, sementara sisanya masih mencukupi untuk melabel seluruh produk individualnya. Informasi EPC inilah yang tersimpan di dalam chip RFID. Dengan adanya RFID ini memungkinkan perusahaan melacak masing-masing barang secara individu sepanjang value chain, meningkatkan efisiensi masing-masing proses, memperbaiki utilisasi aset, meningkatkan akurasi forecast, dan meningkatkan fleksibilitas perusahaan dalam merespon perubahan kondisi supply dan demand. Berbeda dengan barcode yang digunakan sekarang. Barcode memang bisa menyediakan identifikasi suatu produk, namun tidak secara individu, dan masih membutuhkan intervensi manusua dalam pengambilan datanya.
Contoh perusahaan yang telah mengimplementasikan RFID adalag GILETTE memberi label RFID pada setiap unit produk alat cukurnya, yang kemudian ditempatkan ke dalam rak pajang pintar (smart shelves). Alat pemindai yang ada di rak akan terus memantau jumlah produk yang dipajang, sehingga ketika jumlah produk tinggal sedikit, rak akan mengirim peringatan kepada petugas supermarket untuk segera mengisinya. Selain itu, beberapa produk kosmetik dan makanan juga diberi label RFID untuk memberikan data inventaris secara real time dan notifikasi ketika barang sudah kadaluarsa. Troli belanja pun tidak luput diberikan label RFID. Di pintu supermarket terpasang pemindai RFID, sehingga jumlah troli yang keluar masuk bisa terpantau manajer supermarket. Jika ada peningkatan lalu lintas troli, jumlah kasir yang dibuka pun bisa ditambah, sehingga mengurangi antrian di kasir.
Banyak kalangan yang menaruh harapan terhadap teknologi RFID ini. Akan tetapi teknologi RFID ini bukan merupakan teknologi yang mudah untuk diimplementasikan karena banyak yang khawatir mengenai masalah biaya dan return of investment –nya karena tingginya biaya investasi yang akan dikelurkan dan juga masih dihadang masalah teknis seperti masih adanya masalah yang terkait dengan pembacaan tag RFID pada produk yang terbuat dari logam atau cair dengan tingkat pembacaan masih relatif rendah, serta masalah penempatan tag RFID dan reader untuk mendapatkan pembacaan data yang paling akurat. Untuk itu teknologi RFID ini perlu dilakukan pengembangan menuju kesempurnaan agar dapat menunjang kelangsungan SCM yang ideal dimasa yang akan datang. [dole at http://www.conandole.wordpress.com]
Referensi : ebizzasia.com. Menghadapi Tantangan RFID
Dr. Ir Suhono Harso Supangkat, M.Sc. Hand out Penggunaan Teknologi
RFID pada Supply Chain

November 4, 2007 at 8:28 am Tinggalkan komentar

POTENSI PRODUKSI BIOFUEL GENERASI KE II

artikel disadur dari http://www.kompas.com
Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi generasi kedua biofuel yang dapat dihasilkan dari limbah, residu, serta tanaman nonpangan. Generasi kedua biofuel ini tidak “memakan” tanaman tebu, jagung, kedelai, minyak sawit, ataupun bahan baku yang membutuhkan area lahan seperti biji jarak pagar.

Teknologi generasi kedua biofuel (bahan bakar nabati) bukan hal baru dari segi penerapan teori-teori biologi, kimia, maupun fisika. Rekayasa teknologi ini mampu mengintegrasikan teori-teori yang ada hingga memperoleh temuan baru sebagai alternatif pemenuhan energi masa depan yang betul-betul ramah lingkungan.

Limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku generasi kedua biofuel antara lain limbah cair yang dapat ditemukan di mana pun. Sumbernya bisa berasal dari aktivitas rumah tangga, industri, perdagangan, pertanian, ataupun fasilitas umum seperti rumah sakit dan lain-lain.

Dari sifatnya yang mudah ditemui dan jumlahnya berlimpah, limbah cair tergolong sebagai bahan baku paling berpotensi.

“Masyarakat perkotaan di negara-negara berkembang sering menghadapi persoalan lingkungan yang berat karena limbah cair yang dihasilkan. Masyarakat seperti itu akan sangat membutuhkan aplikasi teknologi generasi kedua biofuel ini,” kata Tim Grotenhuis, ilmuwan teknologi lingkungan Universitas Wageningen, Belanda..

Neso sebagai lembaga di bawah Departemen Pendidikan Nasional Belanda memiliki program mengenalkan dunia pendidikan tinggi di Belanda, sekaligus sebagai lembaga yang menyalurkan beasiswa bagi professional muda di Indonesia. Universitas Wageningen sebagai salah satu universitas riset yang dikenalkan NESO merupakan perguruan tinggi yang memfokuskan perhatian pada bioteknologi (bioenergi).

Beragam

Tim Grotenhui menyampaikan, Universitas Wageningen memiliki beberapa riset pengembangan bioteknologi yang beragam. Di antaranya adalah pengembangan bioteknologi minyak jarak sebagai pengganti minyak diesel berbahan bakar fosil.

Selain itu, mereka juga mengembangkan blue energy (energi biru) yang dihasilkan melalui proses ionisasi air tawar dan air laut hingga dapat menghasilkan listrik.

Teknologi generasi kedua biofuel berperan untuk lebih mengoptimalkan manfaat limbah cair dengan meningkatkan sasaran pemanfaatan, yaitu untuk memproduksi energi dan bahan gizi (nutrient). Limbah yang dihasilkan teknologi bio-fuel cell berupa air murni sehingga teknologi ini tergolong paling ramah lingkungan dan dapat menunjang ketersediaan air minum.

Di samping energi, bahan gizi yang dimaksudkan di antaranya adalah hasil pengolahan limbah cair yang salah satu produknya adalah bahan gizi berupa fosfor dan nitrogen yang bermanfaat bagi tumbuhan seperti eceng gondok dan ganggang.

Aplikasi teknologi generasi kedua biofuel yang terpenting adalah proses menghasilkan hidrogen sebagai bahan bakar bio-fuel cell. Pembuatan hidrogen diawali dengan proses pembentukan gas metana

Sebagai catatan, pembentukan gas metana secara alamiah terdapat pada proses pembusukan sampah domestik yang secara alamiah mengalami pemisahan lindi dan sampah padat. Gas metana terbentuk dari sisa sampah atau limbah padat tersebut. Sementara itu, lindi diproses ulang menjadi air murni. Endapan padat sampah kemudian mengalami proses anaerobik (reaksi tanpa oksigen) yang menghasilkan gas metana dan karbon dioksida (CO2). Gas metana itu lalu dipetik. Dari gas metana yang dihasilkan, kemudian dapat dipetik hidrogen (H) dengan kandungan 90 persen melalui pemanasan 400° Celsius-500° Celsius dan proses separasi melalui membrane katalisator dengan meninggalkan sisa berupa karbon dioksida.

Hidrogen tersebut kemudian siap digunakan untuk menghasilkan energi dengan teknologi fuel cell. Teknologi fuel cell dengan bahan baker hidrogen tak hanya bermanfaat untuk memproduksi listrik, tetapi juga dapat dikembangkan sebagai bahan bakar alat transportasi. Saat ini beberapa negara sudah mengembangkan air murni yang ramah lingkungan sebagai bahan bakar alat transportasi.

Residu serat tumbuhan

Hal menarik terkait aplikasi teknologi generasi kedua biofuel diungkapkan salah satu warga Indonesia yang bekerja di Belanda, Michael Putrawenas (23). Michael, lulusan Universitas Erasmus, Belanda, saat ini menjadi carbondiokside strategy analyst pada perusahaan Shell Renewables. “Eropa sangat berminat dengan pengembangan teknologi generasi kedua biofuel,” kata Michael.

Michael mencontohkan, perusahaannya sekarang mengembangkan produksi etanol selulosa dari residu serat tumbuhan yang berasal dari sisa tanaman produksi, seperti jerami dan sebagainya. Shell menggandeng Iogen Corporation dari Kanada untuk mengadakan riset pengembangannya.

Riset etanol selulosa yang dipelopori Shell ini dimulai sejak 2002. Pada tahun 2006, Volkswagen kemudian bergabung dengan Shell dan Iogen Corporation untuk melakukan studi kelayakan agar secara ekonomis mampu memproduksi bahan bakar etanol selulosa ini di Jerman. Upaya yang ditempuh Shell memberikan sekadar gambaran kecil lainnya, betapa banyak peluang yang bisa diraih untuk mengaplikasikan teknologi generasi kedua biofuel.

Tantangan yang menarik bahwa limbah ternyata kemudian tidak harus tetap sebagai limbah yang selama ini kurang memberi manfaat. Hal ini hanya bisa terjadi ketika dilakukan riset untuk pengembangan teknologi generasi kedua biofuel….

Bagi Indonesia, pengembangan teknologi generasi kedua biofuel ini pantas dilirik. Gas metana begitu melimpah mengingat cara pembuangan sampah dengan sistem open dumping.

Akan tetapi, ironisnya, ternyata lembaga teknis seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) hingga kini terus mengimpor gas metana untuk produksi bahan bakar hidrogen. Jadi..?

November 4, 2007 at 8:26 am Tinggalkan komentar

Masalah Biofuel

Seperti yang diberitakan oleh Bisnis Indonesia Online Senin 22 Oktober 2007 bahwa Industri biofuel (minyak nabati), yang bersumber dari minyak sawit mentah (CPO), nasional terpaksa menghentikan kegiatan produksi mereka sejak 2 bulan terakhir, karena harga bahan baku yang terus bergerak naik hingga melampaui US$800 per ton. Kenapa bias seperti itu? Menurut menurut Bapak Didik Purwadi pengampu mata kuliah kuliah analisa sistem, ternyata kelemahan dari pengembangan bioenergi dari CPO adalah karena bahan baku CPO yang digunakan merupakan bahan baku pangan sehingga persaingan permintaan bahan bakunya bersaing dengan industri pangan seperti industri minyak goreng yang berakibat naiknya harga CPO. Tidak heran akhir-akhir ini pemerintah pusing akan kenaikan harga CPO yang berimbas pada kenaikan harga minyak goreng.Kasus biofuel dari etanol tidak jauh berbeda dengan kasus biofuel dari CPO. Kepala Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati Alhilal Hamdi juga menyatakan, keterbatasan etanol untuk memenuhi bahan bakar menjadi kendala utama. Etanol yang tersedia, jadi rebutan dengan dengan industri lain. “Etanol di Indonesia masih digunakan untuk industri alkohol atau industri lain seperti rokok dan plastik,” paparnya (indobic.or.id). Para produsen etanol yang tergabung dalam Asosiasi Etanol Indonesia menghasilkan kualitas fuel grade ethanol atau kadar etanolnya 99 persen. Rencananya etanol ditawarkan seharga Rp 5.300 per liter. Harga tersebut lebih rendah dibandingkan produsen lain. Saat ini, mengacu pada Mid Oil Pods Singapura, harga etanol mencapai Rp 7.000 per liter. Akan tetapi, mengingat volume kebutuhan untuk bahan bakar jauh lebih besar, maka produsen berani menawarkan harga lebih rendah bagi Pertamina. Lalu apa yang terjadi pada bioenergi dari jarak pagar? Saat terjadi lonjakan harga bahan bakar minyak pemerintah mewanti-wanti para peneliti untuk mengembangkan energi alternatif yang bernama biofuel. Tidak tanggung-tanggung, banyak daerah di indonesia yang mempunyai lahan kosong di instruksikan untuk menanam jarak pagar untuk keperluan bioenergi. Tetapi sekarang gaung tentang jarak pagar sebagai energi alternatif semakin melemah bahkan hilang. Ternyata kendala yang saat ini dihadapi antara lain kendala musim, yaitu tanaman jarak pagar hanya bisa dipanen dua kali dalam setahun. Selain itu, minyak yang dihasilkan dari biji jarak cukup sedikit. Setelah diproses, minyak yang dihasilkan dari setiap biji jarak hanya sekitar 30%. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan biodiesel dalam jumlah yang besar dibutuhkan areal penanaman dalam skala yang lebih luas. Dalam setiap hektare, jumlah tanaman jarak pagar sekitar 2.000 – 2.500 pohon. Lalu…?

November 4, 2007 at 8:22 am 1 komentar

Apel Kupasan Berwarna Coklat

Kerapkali kita melihat, bahwa buah apel, pir, kentang atau salak, yang baru saja dikupas, daging buah atau umbinya menjadi berwarna coklat. Apa sebenarnya yang terjadi di balik itu semua? Apakah gejala itu menguntungkan, atau sebaliknya, merugikan?
Dalam ilmu pangan, gejala itu dinamai browning atau pencoklatan. Yaitu, terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara alami atau karena proses tertentu. Yang pasti bukan akibat zat warna.
Pada kelompok makanan tertentu, seperti pada produk bakery (berbagai roti, snack, kacang-kacangan, daging panggang, kopi, teh, dan pada permen coklat) browning umumnya diminati. Sebaliknya, pada kelompok buah-buahan seperti apel, pir, salak dan juga kentang, proses pencoklatan itu nampaknya tak dikehendaki. Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.
Untuk mencegah terbentuknya warna coklat pada buah-buah itu, kita dapat melakukannya dengan cara blanching atau pemanasan. Caranya, setelah dikupas dan dipotong-potong, buah apel direndam dalam air panas (suhu 82 – 93 derajat Celcius) atau dikenai uap air panas selama 3 menit. Selanjutnya, direndam dalam larutan vitamin C, dengan ukuran 200 miligram per liter (dalam 1 liter air diberi tablet kecil vitamin C). Maksudnya, untuk menonaktifkan enzim penyebab pencoklatan itu. Dengan demikian Anda akan mendapatkan apel yang tetap segar penampilannya dan memperoleh tambahan vitamin C dalam buah tersebut.

November 3, 2007 at 6:17 am 1 komentar

Global warming vs global dimming

Bicara tentang lingkungan, sering kali kita denger kata global warming, tetapi apakah kita sering denger kata global dimming, sampai artikel ini di edarkan mungkin teman-teman baru tahu sekarang. Global warming dan global dimming saling berkaitan mulai dari penyebabnya hingga dampaknya. Pada edisi kali ini, karena sudah buanyak sekali orang tahu dan sering bicara tentang global warming, tetapi mungkin gak tahu tentang global dimming (pendinginan secara global) oleh karena itu kita ulas tentang global dimming. global dimming disebabkan karena adanya aerosol (partikel-partikel kecil bisa berupa debu maupun abu atau partikel lainnya yang beterbangan di angkasa) yang mengakibatkan atmosfer bumi lebih tebal dan mempunyai sifat menyerap/memantulkan radiasi sinar matahari sehingga mengakibatkan turunnya suhu bumi, hujan asam dan badai dingin.
Yang menjadi pertanyaan kita dari manakah aerosol ini berasal?. Salah satu fakta yang telah diketemukan adalah berasal dari dampak terjadinya pemanasan global (inget salah satu lho, mungkin masih ada penyebab lain), pemanasan global yang berlangsung secara lama akan mengakibatkan suhu bumi terus meningkat sehingga memicu adanya pergeseran lempeng bumi (secara tektonik) yang berpengaruh pada aktivitas vulkanik. nah” aktivitas vulkanik inilah yang mengakibatkan munculnya aerosol berupa debu vulkanik yang beterbangan bebas diangkasa, kalau sudah demikian, dapat mengakibatkan terjadinya global dimming yang dapat merubah suhu bumi secara tidak tentu yang mengakibatkan terjadinya hujan asam, badai dingin (terdapat pusaran dingin) yang bisa membekukan siapa dan apa aja.
Mengapa bisa demikian? ya itulah manusia, ulah manusia yang mengakibatkan bumi ini menjadi bergolak tak menentu, oleh karena itulah jabbir laviesta selaku penulis ya cuman titip pesen aja ama semuanya, jaga lingkungan dan hargai alam kita selagi masih belum terlalu bergejolak karena ulah kita. Mari hidup harmonis dengan sesama manusia dan dengan alam tempat tinggal kita. (jabbir)

November 3, 2007 at 6:05 am Tinggalkan komentar

Pengawet Makanan, Adakah Yang Aman?

Saat ini banyak sekali jenis pengawet makanan yang digunakan pada produk-produk yang kita konsumsi setiap hari. Bagaimanakan caranya agar kita dapat memilih makanan yang aman dari pengaruh berbahaya bahan pengawet?
Jadilah Konsumen Cerdas
Jangan sampai lengah saat membeli bahan makanan. Sebaiknya perhatikan hal-hal berikut ini:
1.Teliti komposisi gizi apa saja yang terkandung dalam bahan pangan yang tercantum pada labelnya.
2.Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Snack, kerupuk, mi, atau es krim berwarna terlalu mencolok kemungkinan ditambahi zat pewarna. Demikian juga dengan daging sapi olahan yang warnanya semerah daging segarnya.
3.Coba cicipi. Biasanya, lidah kita cukup jeli membedakan yang aman dan tidak. Makanan yang tidak aman umumnya berasa tajam, sangat gurih, dan membuat lidah “tersengat”.
4.Perhatikan juga kualitas makanan, apakah masih segar, atau malah sudah berjamur yang bisa menyebabkan keracunan.
5.Baui aromanya. Bau apek atau tengik pertanda makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi mikroorganisme.
6.Ingat, kriteria “aman” itu bervariasi. Aman buat satu orang belum tentu aman buat yang lainnya. Bisa saja pada orang tertentu bahan pengawet ini mungkin menimbulkan reaksi alergi.
7.Perhatikan, apakah makanan tersebut telah terdaftar di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Dinas Kesehatan yang bisa dilihat dari label kemasannya.

Perlu Diwaspadai
Ada produk yang sengaja ditambahkan formalin sebagai pengawetnya. Untuk memastikan kandungan formalin, perlu uji laboratorium. Tapi, secara umum, ciri khas makanan berformalin yaitu tidak akan dikerumuni lalat, ditambah dengan ciri-ciri sebagai berikut:
•Tahu: bentuk bagus, kenyal, tak mudah hancur, awet, dan tak mudah busuk
•Mi basah: Warnanya menyala dan mengilat. Awet dan tak mudah basi.
•Ayam potong: warnanya putih bersih, awet, dan tidak mudah busuk.
•Ikan basah: kulitnya putih bersih, kenyal, insangnya merah tua, bukan merah segar, awet dan tak mudah busuk.
•Ikan asin: tidak rusak sampai 1 bulan jika disimpan dalam suhu ruang, permukaan bersih dan cerah, dan tak berbau ikan asin.
•Bakso: bentuknya bagus, terasa kenyal saat digigit. Permukaannya mulus, bagian dalam daging kesat dan garing.
Pengawet Alami
Sebetulnya, makanan bisa tahan lama tanpa pengawet, asalkan…

a. Diberi garam
Pengawet alami ini sudah dipakai sejak berabad-abad lalu. Larutan garam diyakini mampu menghambat pertumbuhan aktivitas bakteri pembusuk.

b. Disimpan di suhu rendah
Penyimpanan di bawah suhu nol derajat Celsius bisa memperlambat reaksi metabolisme dan mencegah perkembangbiakan mikroorganisme yang bisa merusak makanan.

c. Dikeringkan
Makin tinggi kadar air dalam makanan, makin cepat makanan tersebut rusak. Dengan dikeringkan, kadar air dalam makanan dapat diminimalkan dan mikroorganisme perusak tidak bisa berkembang biak.

November 3, 2007 at 6:04 am Tinggalkan komentar

KEAMANAN PANGAN, GIZI BURUK SERTA DAMPAK SOSIO-EKONOMINYA

Mendapatkan makanan yang aman adalah hak azasi setiap orang (ICN, Roma, 1992). Pada kenyataannya, belum semua orang bisa mendapatkan akses terhadap makanan yang aman. Hal ini ditandai dengan tingginya angka kematian dan kesakitan yang diakibatkan oleh Penyakit Bawaan Makanan (PBM). Secara umum PBM dapat diakibatkan oleh bahaya biologi dan kimia. WHO (2004) dalam laporannya menyebutkan bahwa angka kematian global akibat diare selama tahun 2002 adalah sebesar 1,8 juta orang. Angka kesakitan global karena PBM sulit sekali untuk diperkirakan. Selain diare, terdapat lebih dari 250 jenis penyakit karena mengkonsumsi makanan yang tidak aman. Terdapat tiga konsekuensi yang ditimbulkan oleh PBM: gizi buruk, dampak sosio- ekonomi di masyarakat dan penyakit sekunder yang timbul akibat PBM.
Situasi Keamanan Pangan di Indonesia Angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi PBM dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan POM (2005) melaporkan bahwa selama tahun 2004, terdapat 152 KLB keracunan pangan, sebanyak 7295 orang mengalami keracunan makanan, 45 orang diantaranya meninggal dunia. Badan kesehatan dunia (WHO, 1998) memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1:25 untuk negara berkembang. Jika merujuk pada asumsi WHO di atas, kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia pada tahun 2004 adalah sekitar 180-ribuan orang mengalami keracunan makanan dan seribu orang diantaranya meninggal dunia!!! Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia, selain berdampak langsung terhadap masalah kesehatan, kondisi ini juga mempengaruhi aspek-aspek sosio-ekonomi lainnya, seperti produktifitas kerja, aspek perdagangan, kepariwisataan dan sebagainya.
Keamanan Pangan dan Gizi Buruk Diare, sebagai salah satu gejala utama PBM dapat menyebabkan gizi buruk melalui mekanisme kehilangan cairan (dehidrasi) dan ketidakseimbangan cairan elektrolit tubuh selama diare berlangsung. Selain itu diare juga mempengaruhi proses penyerapan zat-zat gizi/malabsorbsi, yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi dan gangguan pertumbuhan.

Keamanan Pangan adalah Tanggung Jawab Bersama
Mengingat persoalan keamanan pangan di Indonesia memiliki implikasi yang sangat luas maka perlu segera mendapatkan perhatian yang lebih serius. Terciptanya sistem keamanan yang ideal memerlukan keterlibatan berbagai institusi untuk menjamin keamanan pangan, mulai dari hulu hingga ke hilir (from farm to fork), mulai dari proses pemanenan, distribusi, pengolahan, hingga di meja konsumen. Terciptanya kondisi keamanan pangan yang ideal adalah tanggung jawab bersama.
Yang menjadi keprihatinan, sampai saat ini kita masih belum memiliki program keamanan pangan nasional yang tertata dengan baik. Masih banyak yang harus dilakukan untuk menjawab berbagai persoalan seperti: sistem investigasi yang efektif terhadap kasus PBM, tingkat cemaran potensi bahaya biologis dan kimiawi pada berbagai bahan pangan, rencana aksi untuk mengatasi masalah detention dan holding terhadap produk makanan yang diekspor, penerapan sistem HACCP di dalam negeri dan sistem pengawasannya, dan lain-lain.
Tenaga ahli kesehatan di jajaran Pemerintah Daerah (Pemda) merupakan agen penting dalam mempersiapkan SDM di wilayahnya, diantaranya melalui perencanaan dan realisasi program keamanan pangan di masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengetahuan, kepekaan dan kepedulian terhadap masalah keamanan pangan dan peranannya dalam mencegah dan menanggulangi PBM. Sehingga tenaga ahli kesehatan Pemda dapat berperan secara optimal dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat PBM.

Diterbitkan oleh: ICD/SEAMEO COOPERATIVE PROGRAM
SEAMEO-TROPMED REGIONAL CENTER FOR COMMUNITY NUTRITION, UNIVERSITY OF INDONESIA

November 3, 2007 at 5:51 am 1 komentar